Pemanfaatan
Kecerdasan Buatan (AI) dalam Pembelajaran: Antara Inovasi dan Ketergantungan
0leh: Lukman
Nurhakim NIM: 2281130624 UIN Syekh Nurjati Cirebon
Perkembangan teknologi yang begitu pesat
pada abad ke-21 telah mengubah hampir seluruh aspek kehidupan manusia. Salah
satu inovasi terbesar yang saat ini menjadi sorotan dunia adalah kecerdasan
buatan atau Artificial Intelligence (AI). AI kini tidak hanya diterapkan dalam
bidang industri dan ekonomi, tetapi juga telah masuk ke ranah pendidikan. Dalam
dunia pembelajaran, AI menjadi alat bantu yang mampu memberikan kemudahan luar
biasa bagi guru dan siswa. Berbagai aplikasi dan sistem berbasis AI digunakan
untuk membantu proses belajar mengajar, mulai dari sistem evaluasi otomatis,
penerjemah bahasa, asisten belajar digital, hingga platform pembelajaran
adaptif yang dapat menyesuaikan gaya belajar siswa. Kemajuan ini tentu
memberikan warna baru dalam dunia pendidikan modern.
Namun, di balik pesatnya perkembangan
teknologi tersebut, muncul pertanyaan penting yang perlu direnungkan: apakah
dengan semakin majunya teknologi, manusia justru menjadi semakin pasif? Apakah
kemudahan yang ditawarkan AI membuat manusia kehilangan daya pikir dan
kemandiriannya? Fenomena ketergantungan terhadap AI kini mulai terlihat jelas
di kalangan pelajar. Banyak siswa yang lebih mengandalkan mesin pencari atau
chatbot untuk menjawab pertanyaan daripada berusaha memahami konsep dan mencari
solusi sendiri. Pola ini menimbulkan kekhawatiran bahwa manusia akan menjadi
makhluk yang bergantung pada sistem buatan tanpa lagi menggunakan potensi
berpikir yang diberikan oleh Tuhan.
Tidak dapat dipungkiri bahwa AI memberikan
banyak manfaat dalam dunia pekerjaan maupun dunia pendidikan.
Dengan adanya sistem berbasis kecerdasan buatan, proses belajar dapat menjadi
lebih efektif dan efisien. Guru dapat dengan mudah menilai hasil belajar siswa
melalui analisis otomatis, sementara siswa dapat memperoleh materi pembelajaran
yang disesuaikan dengan tingkat pemahaman mereka. Teknologi seperti AI juga
membantu mereka yang memiliki keterbatasan fisik melalui perangkat pengenal
suara dan teks. Selain itu, AI mampu menyediakan akses belajar yang luas tanpa
batasan waktu dan tempat, memungkinkan siswa untuk belajar mandiri di mana saja
dan kapan saja. Di daerah terpencil sekalipun, AI dapat menjadi jembatan
pengetahuan melalui jaringan internet dan perangkat digital.
Akan tetapi, segala sesuatu yang
diciptakan manusia tentu memiliki dua sisi: manfaat dan tantangan.
Ketergantungan terhadap AI dapat berdampak negatif apabila penggunaannya tidak
diiringi dengan kesadaran kritis. Siswa yang terlalu sering menggunakan AI untuk
memecahkan persoalan akan kehilangan kemampuan untuk berpikir kreatif. Mereka
cenderung mengambil jalan pintas tanpa melalui proses analisis atau pemahaman
mendalam. Dalam jangka panjang, hal ini dapat menyebabkan lemahnya kemampuan
berpikir kritis dan menurunnya daya nalar manusia. Guru pun mungkin mengalami
hal serupa; ketika penilaian dan penyusunan materi terlalu bergantung pada AI,
maka fungsi pendidik sebagai pembimbing moral dan intelektual perlahan akan
tergeser oleh sistem.
Kita lihat dalam konteks spiritual,
fenomena ini menjadi refleksi yang penting. Dalam Islam, kemampuan berpikir
merupakan salah satu anugerah terbesar yang diberikan oleh Allah SWT kepada
manusia. Banyak ayat dalam Al-Qur’an yang menyeru manusia untuk menggunakan
akal dan merenungi ciptaan-Nya. Salah satu di antaranya adalah firman Allah
dalam Surah Ali Imran ayat 191:
الَّذِينَ
يَذْكُرُونَ اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَىٰ جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ فِي
خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَٰذَا بَاطِلًا سُبْحَانَكَ
فَقِنَا عَذَابَ النَّارِِ
“(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah
sambil berdiri, duduk atau dalam keadaan berbaring, dan mereka memikirkan
tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): Ya Tuhan kami, tidaklah
Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami
dari siksa neraka.”
Ayat ini menunjukkan bahwa berpikir dan
merenungi tanda-tanda kebesaran Allah merupakan bentuk ibadah yang luhur.
Dengan berpikir, manusia mampu mengenali kebenaran, menilai perbuatan, serta
mengembangkan ilmu pengetahuan untuk kemaslahatan bersama.
Jika manusia berhenti berpikir karena
terlalu dimanjakan oleh teknologi, maka ia telah mengabaikan salah satu
perintah penting dalam Al-Qur’an. Teknologi, termasuk AI, seharusnya menjadi
sarana untuk memperkuat kemampuan berpikir, bukan menggantikannya. Ketika
manusia menyerahkan seluruh proses berpikir kepada mesin, maka fungsi akal
sebagai pemandu moral dan intelektual akan melemah. Sebaliknya, jika AI
dimanfaatkan secara bijak, teknologi ini justru dapat menjadi sarana yang
memperluas wawasan, menumbuhkan rasa ingin tahu, dan mendorong inovasi baru
dalam pembelajaran. Kuncinya terletak pada bagaimana manusia menempatkan
teknologi sebagai alat bantu, bukan sebagai pengganti dirinya.
AI sebenarnya tidak memiliki kesadaran,
nilai moral, maupun emosi. Semua keputusan dan informasi yang dihasilkan AI
bersumber dari data yang dimasukkan oleh manusia. Oleh karena itu, tanggung
jawab moral tetap berada di tangan manusia. Dalam dunia pendidikan, peran guru
dan siswa tidak boleh tergantikan oleh mesin. Guru tetap menjadi sosok sentral
dalam membimbing nilai, etika, dan karakter, sementara siswa tetap harus aktif
berpikir dan berpartisipasi dalam proses belajar. Ketika guru dan siswa dapat bersinergi
dengan teknologi, maka pembelajaran akan berjalan lebih efektif tanpa
menghilangkan esensi kemanusiaan.
Selain itu, penting bagi lembaga
pendidikan untuk mengajarkan literasi digital dan etika penggunaan teknologi.
Siswa harus memahami bahwa AI hanyalah alat bantu, bukan sumber kebenaran
mutlak. Mereka perlu dilatih untuk tetap berpikir kritis terhadap informasi
yang dihasilkan AI dan tidak menerimanya secara mentah-mentah. Hal ini penting
agar generasi muda tidak kehilangan arah dalam era digital yang penuh dengan
arus informasi. Dengan kesadaran seperti ini, manusia tidak akan menjadi budak
teknologi, melainkan menjadi pengendali yang bijak terhadap kemajuan yang
diciptakannya sendiri.
Dengan demikian, pemanfaatan kecerdasan
buatan dalam pembelajaran harus disertai dengan keseimbangan antara kemajuan
teknologi dan penguatan nilai kemanusiaan. AI tidak bisa menggantikan peran
berpikir manusia, melainkan harus digunakan untuk mendukung perkembangan akal
dan moral. Sebagaimana Allah menyeru manusia untuk berpikir, manusia hendaknya
menggunakan potensi akalnya untuk hal-hal yang membawa manfaat dan kebaikan.
Teknologi hanyalah sarana, manusialah yang menentukan arah dan tujuan
penggunaannya. Jika manusia mampu memadukan kemajuan teknologi dengan kesadaran
spiritual, maka pendidikan akan menjadi wadah pembentukan karakter yang utuh
cerdas secara intelektual, emosional, dan spiritual.
Pada akhirnya, kecerdasan buatan hanyalah
alat, sedangkan kecerdasan sejati tetap berada dalam diri manusia. AI dapat
membantu manusia belajar lebih cepat, namun tidak akan pernah mampu
menggantikan makna berpikir, merenung, dan memahami hakikat kehidupan. Selama
manusia menjaga keseimbangan antara akal dan teknologi, antara ilmu dan iman,
maka kemajuan AI justru akan membawa manfaat besar bagi peradaban.
Daftar
Pustaka
Arifianto, D. (2023). Pemanfaatan Kecerdasan Buatan
dalam Dunia Pendidikan. Jurnal Teknologi dan Pembelajaran, 5(2), 45–53.
Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah. (2022).
Peranan Kecerdasan Buatan (Artificial Intelligence) dalam Pendidikan. Jakarta:
Lukman Hakim, S.Sos, MM.
Nasrullah, R. (2024). Etika dan Dampak Sosial dari
Penggunaan AI. Bandung: Alfabeta.
%20(1).png)
Posting Komentar
Terima kasih telah berkomentar, kritik dan saran yang membangun sangatlah diharapkan