KHAIRUN WA ABQA

KHUTBAH PERTAMA

إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِينُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوذُ بِاللَّهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللَّهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ الَّذِيْ لَا نَبِيَّ بَعْدَهُ. أَمَّا بَعْدُ.

فَقَالَ اللهُ تَعَالَى فِيْ القُرْآنِ الكَرِيْمِ أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ:

فَمَآ اُوْتِيْتُمْ مِّنْ شَيْءٍ فَمَتَاعُ الْحَيٰوةِ الدُّنْيَا ۚوَمَا عِنْدَ اللّٰهِ خَيْرٌ وَّاَبْقٰى لِلَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَعَلٰى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُوْنَۚ. وَالَّذِيْنَ يَجْتَنِبُوْنَ كَبٰۤىِٕرَ الْاِثْمِ وَالْفَوَاحِشَ وَاِذَا مَا غَضِبُوْا هُمْ يَغْفِرُوْنَ ۚ.

Apa pun (kenikmatan) yang diberikan kepadamu, maka itu adalah kesenangan hidup di dunia. Sedangkan apa (kenikmatan) yang ada di sisi Allah lebih baik dan lebih kekal bagi orang-orang yang beriman dan hanya kepada Tuhan mereka bertawakal. (Kenikmatan itu juga lebih baik dan lebih kekal bagi) orang-orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan-perbuatan keji, dan apabila mereka marah segera memberi maaf; (QS. Asy-Syura [42]: 36)

Hadirin Ahli Jum’at,

Dalam ayat ini tersirat salahnya pandangan manusia, yaitu bahwa apa yang ada pada tangannya itulah yang lebih baik daripada apa yang ada pada sisi Allah, sehingga banyak manusia yang lebih mementingkan kehidupan dunia yang sedikit dan fana daripada akhirat yang khairun wa abqa; lebih baik dan abadi.

بَلْ تُؤْثِرُوْنَ الْحَيٰوةَ الدُّنْيَاۖ وَالْاٰخِرَةُ خَيْرٌ وَّاَبْقٰىۗ .

Adapun kamu (orang-orang kafir) mengutamakan kehidupan dunia, padahal kehidupan akhirat itu lebih baik dan lebih kekal. (Qs. Al-A’la [87]: 16-17)

Khairan wa abqa; yang lebih baik dan abadi, itulah salah satu ungkapan dalam al-Qur’an yang disampaikan Rasul-rasul Allah kepada manusia, agar manusia tidak salah pandang dan tidak salah pilih. Khairun wa abqa itulah yang harus dijadikan pandangan yang sebenarnya dan itu pula yang seharusnya didapatkan oleh setiap orang. Berdasarkan firman-Nya dalam QS. Asy-Syura [42]: 36-37, Allah swt. akan memberikannya kepada orang-orang yang memiliki sifat-sifat di antaranya seperti berikut:

Pertama, beriman dan tawakkal kepada Allah.

لِلَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَعَلٰى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُوْنَۚ.

dan lebih kekal bagi orang-orang yang beriman dan hanya kepada Tuhan mereka bertawakal.

Beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dengan sebenarnya tanpa ada keraguan sedikit pun di antara bentuk konkritnya adalah rela melepas apa yang ada pada genggamannya untuk berjihad di jalan Allah, seperti diungkapkan dalam ayat berikut ini:

اِنَّمَا الْمُؤْمِنُوْنَ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا بِاللّٰهِ وَرَسُوْلِهٖ ثُمَّ لَمْ يَرْتَابُوْا وَجَاهَدُوْا بِاَمْوَالِهِمْ وَاَنْفُسِهِمْ فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ ۗ اُولٰۤىِٕكَ هُمُ الصّٰدِقُوْنَ.

Sesungguhnya orang-orang mukmin (yang sebenarnya) hanyalah mereka yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjihad dengan harta dan jiwanya di jalan Allah. Mereka itulah orang-orang benar. Qs. Al-Hujurat [49]: 15.

Sementara bertawakkal kepada Allah dengan tawakkal yang benar adalah menyandarkan hati sepenuhnya kepada Allah yang disertai dengan mengusahakan sebab-sebabnya dan beriman bahwa Allah tidak akan menghilangkan pahala orang yang beramal.

Hadirin Ahli Jum’at,

Sifat yang kedua adalah menjauhi dosa besar dan fahsya.

وَالَّذِيْنَ يَجْتَنِبُوْنَ كَبٰۤىِٕرَ الْاِثْمِ وَالْفَوَاحِشَ

orang-orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan-perbuatan keji,

Dosa besar dan fahsya mengotori jiwa manusia dan menghancurkan kehormatannya. Dan itu pula yang menyebabkan turunnya adzab kepada manusia. Karena itu menjauhi dosa besar dan fahsya adalah keharusan bagi orang yang takut terhadap adzab Allah. Ungkapan “dosa besar dan fahsya” itu maksudnya adalah besar ukuran dosanya dan keji sifatnya. Masuk ke dalam perbuatan dosa besar dan fahsya ini adalah berkeyakinan ada Tuhan selain Allah, membunuh jiwa bukan dengan haqnya, berzina, durhaka kepada kedua orang tua, bersaksi palsu, sihir dan lainnya. Keterangan tentang dosa besar tersebut di antaranya:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ اجْتَنِبُوا السَّبْعَ الْمُوبِقَاتِ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَا هُنَّ قَالَ الشِّرْكُ بِاللَّهِ وَالسِّحْرُ وَقَتْلُ النَّفْسِ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ وَأَكْلُ الرِّبَا وَأَكْلُ مَالِ الْيَتِيمِ وَالتَّوَلِّي يَوْمَ الزَّحْفِ وَقَذْفُ الْمُحْصَنَاتِ الْمُؤْمِنَاتِ الْغَافِلَاتِ.

Dari Abu Hurairah, dari Nabi saw., beliau bersabda: “Jauhilah tujuh yang akan membinasakan.” Mereka bertanya: “Ya Rasulullah, apakah itu?” beliau bersabda: “Syirik (menyekutukan Allah), sihir, membunuh jiwa yang Allah haramkan kecuali dengan haq, makan riba, makan harta anak yatim, lari dari medan perang pada hari perang dan menuduh (berzina) kepada Wanita bersih dan menjaga diri.” (Hr. Al-Bukhari dan Muslim)

Dalam riwayat lain, Nabi saw menjelaskan:

الْكَبَائِرُ الْإِشْرَاكُ بِاللَّهِ وَعُقُوقُ الْوَالِدَيْنِ وَقَتْلُ النَّفْسِ وَالْيَمِينُ الْغَمُوسُ.

“Al-Kaba-ir (dosa-dosa besar) adalah syirik kepada Allah, durhaka kepada orang tua, membunuh jiwa dan sumpah palsu.” (Hr. al-Bukhari)

Perbuatan-perbuatan itu jelas harus dijauhi oleh orang yang berharap mendapatkan yang khairun wa abqa di sisi Allah.

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ.

KHUTBAH KEDUA

اَلْحَمْدُ للهِ الَّذِيْ أَرْسَلَ رَسُوْلَهُ بِالهُدَى وَدِيْنِ الحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّيْنِ كُلِّهِ وَكَفَى بِاللهِ شَهِيْدًا، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلهَ إِلَّا اللهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. أَمَّا بَعْدُ.

Hadirin Ahli Jum’at,

Sifat selanjutnya, yang ketiga, adalah memaafkan ketika marah.

وَاِذَا مَا غَضِبُوْا هُمْ يَغْفِرُوْنَ ۚ.

dan apabila mereka marah segera memberi maaf;

Memaafkan kesalahan orang lain ketika marah itu perbuatan yang mulia. Tidak semua orang bisa melakukan hal itu. Hanya orang yang memiliki kesabaran yang tinggi yang bisa melakukannya, karena dia harus menahan amarahnya, dan itulah orang yang gagah dan kuat, sebagaimana disabdakan Nabi saw;

لَيْسَ الشَّدِيدُ بِالصُّرَعَةِ، إِنَّمَا الشَّدِيدُ الَّذِي يَمْلِكُ نَفْسَهُ عِنْدَ الغَضَبِ.

“Bukanlah orang kuat itu orang yang jago berkelahi. Orang yang kuat itu adalah orang yang mampu mengendalikan nafsunya ketika marah.” (Hr. al-Bukhari dan Muslim)

Marah dan maaf adalah sifat yang ada pada setiap orang. Namun pengendaliannya sangat penting, agar penempatannya benar dan tepat. Imam asy-Syafi’i mengatakan: “Siapa yang mestinya marah tapi tidak marah, ia adalah himar (keledai). Dan siapa yang diminta ampunannya tapi tidak memberinya, ia adalah setan.”

Pengendalian ini sangat penting agar benar penempatannya, kapan dia harus marah, kepada siapa dan dalam urusan apa, agar tidak melahirkan Tindakan zhalim. Begitu pula memaafkan, karena seringkali hukum tidak tegak karena salah memaafkan.

Membalas kezhaliman orang lain itu memang dibenarkan oleh agama, tetapi hendaklah dilakukan dengan adil, yaitu seimbang dengan dosanya. Jika berlebihan maka ia telah berbuat zhalim pula. Tetapi jika memaafkan, itulah yang terbaik, dan itulah sifat orang taqwa. Kita perhatikan ayat berikut ini:

۞ وَسَارِعُوْٓا اِلٰى مَغْفِرَةٍ مِّنْ رَّبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمٰوٰتُ وَالْاَرْضُۙ اُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِيْنَۙ الَّذِيْنَ يُنْفِقُوْنَ فِى السَّرَّۤاءِ وَالضَّرَّۤاءِ وَالْكٰظِمِيْنَ الْغَيْظَ وَالْعَافِيْنَ عَنِ النَّاسِۗ وَاللّٰهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِيْنَۚ وَالَّذِيْنَ اِذَا فَعَلُوْا فَاحِشَةً اَوْ ظَلَمُوْٓا اَنْفُسَهُمْ ذَكَرُوا اللّٰهَ فَاسْتَغْفَرُوْا لِذُنُوْبِهِمْۗ وَمَنْ يَّغْفِرُ الذُّنُوْبَ اِلَّا اللّٰهُ ۗ وَلَمْ يُصِرُّوْا عَلٰى مَا فَعَلُوْا وَهُمْ يَعْلَمُوْنَ اُولٰۤىِٕكَ جَزَاۤؤُهُمْ مَّغْفِرَةٌ مِّنْ رَّبِّهِمْ وَجَنّٰتٌ تَجْرِيْ مِنْ تَحْتِهَا الْاَنْهٰرُ خٰلِدِيْنَ فِيْهَا ۗ وَنِعْمَ اَجْرُ الْعٰمِلِيْنَۗ.

133. Bersegeralah menuju ampunan dari Tuhanmu dan surga (yang) luasnya (seperti) langit dan bumi yang disediakan bagi orang-orang yang bertakwa, 134. (yaitu) orang-orang yang selalu berinfak, baik di waktu lapang maupun sempit, orang-orang yang mengendalikan kemurkaannya, dan orang-orang yang memaafkan (kesalahan) orang lain. Allah mencintai orang-orang yang berbuat kebaikan. 135. Demikian (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menzalimi diri sendiri, mereka (segera) mengingat Allah lalu memohon ampunan atas dosa-dosanya. Siapa (lagi) yang dapat mengampuni dosa-dosa selain Allah? Mereka pun tidak meneruskan apa yang mereka kerjakan (perbuatan dosa itu) sedangkan mereka mengetahui(-nya). 136. Mereka itu balasannya adalah ampunan dari Tuhan mereka dan surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. Mereka kekal di dalamnya. (Itulah) sebaik-baik pahala bagi orang-orang yang mengerjakan (amal-amal saleh). Qs. Ali Imran [3]: 133-136.

Hadirin Ahli Jum’at,

Itulah di antara sifat orang yang akan mendapatkan khairun wa abqa. Semoga kita termasuk orang yang meyakini khairun wa abqa di sisi Allah dan berusaha untuk memiliki sifat yang layak untuk mendapatkan khairun wa abqa tersebut.

أَقُوْلُ قَوْلِيْ هذَا وَاسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ وَالسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ.

Oleh: KH. Zae Nandang (Ketua Dewan Hisbah PP PERSIS)

Ditulis ulang oleh: Hanafi Anshory

Sumber: Majalah Risalah No. 4 Th. 50 Juli 2012.

Post a Comment

Terima kasih telah berkomentar, kritik dan saran yang membangun sangatlah diharapkan

Lebih baru Lebih lama