ISTRI MENINGGALKAN MENAHUN KARENA USAHA


ISTRI MENINGGALKAN SUAMI BERTAHUN-TAHUN KARENA USAHA

Bagaimana hukum perempuan meninggalkan suami bertahun-tahun dengan alasan usaha? Jamaah via WA

Jawaban:

Suami adalah pemimpin dalam keluarga. Ia mempunyai kewajiban untuk menafkahi keluarganya. Jangan sampai suami tidak bekerja atau mencari nafkah dan mengandalkan kepada istri.

Allah swt berfirman:

اَلرِّجَالُ قَوَّامُوْنَ عَلَى النِّسَاۤءِ بِمَا فَضَّلَ اللّٰهُ بَعْضَهُمْ عَلٰى بَعْضٍ وَّبِمَآ اَنْفَقُوْا مِنْ اَمْوَالِهِمْ ۗ

Laki-laki (suami) adalah penanggung jawab154) atas para perempuan (istri) karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan) dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari hartanya. Qs. An-Nisa [4]: 34.

Seorang istri yang bekerja membantu suaminya untuk menutupi kebutuhannya tidak dilarang dalam Islam. Namun ada hak dan kewajiban sebagai seorang istri yang wajib dilaksanakan terhadap suaminya.

Jika pekerjaan atau usaha istri itu menyebabkan pengurangan hak suami atau berdampak buruk terhadapnya bahkan tidak memperdulikan suaminya lahir bathin, padahal suaminya telah menyempurnakan kewajibannya dengan semestinya, maka ia durhaka terhadap suaminya dan berdosa karena tidak melaksanakan kewajiban terhadap suaminya.

عَنْ مُعَاذٍ، أَنَّ رَسُوْلَ اللّٰهِ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: لَوْ أَمَرْتُ أَحَدًا أَنْ يَسْجُدَ لِأَحَدٍ لَأَمَرْتُ المَرْأَةَ أَنْ تَسْجُدَ لِزَوْجِهَا مِنْ عَظِيْمِ حَقِّهِ عَلَيْهَا، وَلَا تَجِدُ امْرَأَةٌ حَلَاوَةَ الإِيْمَانِ حَتَّى تُؤَدِّيَ حَقَّ زَوْجِهَا.

Dari Mu'adz ra berkata, bahwasanya Rasulullah Saw bersabda; "Andai aku dapat menyuruh seseorang untuk bersujud kepada orang lain, niscaya aku suruh seorang wanita sujud kepada suaminya. Dan seorang wanita tidak akan merasakan manisnya iman sehingga ia menunaikan hak suaminya." (Hr. Al-Hakim)

Jika pekerjaan atau usaha istri itu tidak mengurangi hak suami atau tidak berdampak buruk terhadapnya, tentu hal itu tidak mengapa.

Dalam kitab Fiqhus Sunnah, Sayyid Sabiq menerangkan; Ibnu Abidin dari kalangan ulama fiqih madzhab Hanafi mengatakan, yang selayaknya ditetapkan adalah bahwa larangan terhadap istri untuk bekerja itu berkaitan dengan setiap pekerjaan yang menyebabkan pengurangan hak suami atau menimbulkan dampak buruk terhadapnya atau menyebabkan istri keluar rumah suami. Adapun pekerjaan yang tidak menimbulkan dampak buruk terhadap hak suami, maka tidak ada alasan untuk melarang istri bekerja. Demikian pula suami tidak boleh melarang istrinya keluar jika istri memiliki keahlian dalam pekerjaan tertentu yang termasuk fardhu kifayah khusus bagi perempuan, seperti pekerjaan sebagai bidan. (Fiqhus Sunnah, III: 478)

Kesimpulan:

Seorang istri bekerja di luar rumah diperbolehkan selama:

  1. Tidak mengabaikan kewajiban terhadap suami;
  2. Tidak berdampak buruk terhadap keluarga;
  3. Ada izin dan kesepakatan antara suami istri.
Oleh: THAIFAH MUTAFAQQIHINA FIDDIN (Ust. H. Zae Nandang, Ust. H. Jalaluddin, Ust. H. M. Rahmat Najieb, Ust. H. Uus M. Ruhiat, Ust. H. Wawan Shofwan S., Ust. H. Wawa Suryana, Ust. H. Agus Ridwan, Ust. Amin Muchtar, Ust. H. M. Nurdin, Ust. Ginanjar Nugraha, Ust. H. Dede Tasmara, Ust. Latief Awaludin, Ust. Hamdan Abu Nabhan, Ust. Gungun Abdul Basith.
Ditulis ulang oleh: Hanafi Anshory.
Bersumber dari: MAJALAH RISALAH NO. 1 THN. 62 APRIL 2024 Hlm. 38-39.

Post a Comment

Terima kasih telah berkomentar, kritik dan saran yang membangun sangatlah diharapkan

Lebih baru Lebih lama